Sejarah Masuknya Hindu Budha di Indonesia
Sejarah Masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
peta persebaran Hindu-Buddha
Indonesia, negara yang kita tempati sekarang. Kini, Indonesia identik dengan penduduknya mayoritas beragama Islam. Namun, sebenarnya, agama yang pertama kali dikenal oleh penduduk Indonesia (yang dulunya Nusantara) adalah agama Hindu dan Buddha. Nah, bagaimana sehingga agama tersebut menjadi agama yang pertama kali dikenal di Nusantara ? Siapa yang memperkenalkan agama tersebut ?
Sebelum berbicara mengenai proses masuknya agama tersebut ke Indonesia, saya akan membahas proses munculnya kedua agama tersebut di dunia.
- Awal Lahirnya Agama Hindu dan Buddha
- Hindu
Perkembangan agama Hindu di India dibagi menjadi empat fase, yaitu zaman Weda, zaman Brahmana, zaman Upanisad, dan zaman Buddha.
1. Zaman Weda (1500 SM)
Zaman ini dimulai ketika bangsa Arya berada di Punjab, lembah Sungai Sindhu, sekitar tahun 2500-1500 SM. Mereka kemudian mendesak bangsa Dravida ke arah selatan sampai ke Dataran Tinggi Dekkan. Saat itu, bangsa Arya telah memilii peradaban tinggi. Mereka menyembah dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Dewa yang memiliki tingkatan tertinggi disebut sebagai trimurti dan dianggap sebagai penguasa alam. Mereka adalah Brahma (sewa pencipta), Wisnu (dewa pemelihara), dan Siwa (dewa perusak dan kematian). Walaupun banyak, mereka dianggap sebagai manifestasi perwujudan Tuhan Yang Maha Esa (brahman). Jadi, agama Hindu merupakan agama monoteistis, bukan politeistis.
tingkatan kasta pada agama Hindu |
Sebagai agama, hindu tentu memiliki kitab suci. Kitab suci agama Hindu adalah Weda. Weda termasuk dalam golongan Sruti, yang secara harfiah berarti ÿang didengar, karena umat Hindu yakin bahwa isi Weda adalah kumpulan wahyu dari Brahman yang mereka anggap sebagai Tuhan.
Pada masa ini, masyarakat Hindu menggunakan sistem kasta yang dibagi menjadi empat : Brahmana (ulama dan pendeta), Ksatria (raja, bangsawan, panglima, dan tentara), Waisya (pedagang), dan Sudra (pelayan semua golongan di atasnya). Namun, ada pula orang-orang yang berada di luar kasta, yaitu golongan Paria (pengemis dan gelandangan).
2. Zaman Brahmana (1000-750 SM)
Pada Zaman ini, kekuasaan kaum Brahmana sangat bedar dalam kehidupan keagamaan. Mereka yang mengantarkan persembahan umat kepad dewa. Pada zaman ini, dimulailah disusun tata cara upacara keagamaan yang teratur dalam apa yang kemudian disebut Kitab Brahmana. Namun, kitab ini tetap disusun berdasarkan Weda.
3. Zaman Upanisad
Zaman Upanisad, zaman dimana masyarakat tidak hanya mementingkan upacara dan sesaji saja, tetapi lebih dari itu, yaitu pengetahuan batin yang lebih tinggi. Zaman ini merupakan pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu zaman dimana orang berfilasafat atas dasar Weda.
4. Zaman Budha (500 SM-300 M)
Zaman yang dimulai ketika putra Raja Suddhidana yang bernama Siddharta menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.
- Buddha
Siddharta Gautama |
Agama Buddha merupakan perkembangan lebih lanjut dari agama Hindu. Buddha sebenarnya berarti sebutan bagi seseorang yang mendapatkan pencerahan. Secara bahasa, dalam bahasa India, Buddha berarti yang mencapai pencerahan sejati. Jadi, awalnya agama Buddha bukanlah sebuah agama , melainkan ajaran dari seseorang yang mendapatkan pencerahan bernama Siddharta Gautama
Berawal pada lahirnya anak raja beragama Hindu dari suku Sakya, Suddhodana dan ratu Maha Maya Dewi. Sebagai anak raja, ia dilimpahi kemewahan. Ia dilahirkan pada tahun 563 SM. Oleh para petapa, ia diramalkan akan menjadi seorang Chakrawantin (Maharaha Dunia) atau menjadi seorang Buddha. Konon, Raja Suddhodana sedih karena jika ramalan tersebut benar-benar terjadi, tidak akan ada yang mewarisi takhtanya. Untuk mencegah hal tersebut, para petapa menyarankan agar sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam situasi : orang tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa. Hal tersebut berarti bahwa sang Pangeran tidak diperbolehkan keluar istana.
Namun, suatu hari ketika telah berumuh 29 tahun, Siddharta menyelinap keluar dari istana dengan ditemani seorang kusir. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan pengemis, orang tua, orang sakit, dan orang meninggal, suatu pengalam yang tak pernah dialaminya. Kemudian ia berpikir, menanyakan mengapa semua hal tersebut dapat terjadi dan apa yang dapat membebaskan manusai dari hal tersebut, Sehingga, Siddharta berusaha mencari jawabannya dengan keluar dari istana dan berkelana sebagai seorang pertapa.
Suatu saat, ia sampai di Kota Bodh Gaya dan beristirahat di bawah sebuah pohon yang bernama pohon bodhi. Di sana, saat bulan purnama di bulan Wai-sakka (April-Mei), ia memperoleh jawaban atas pertanyaannya pada saat itu. yang dilukiskan sebagai Pencerahan dan Kesadaran Sempurna.
Nah, apa Kesadaran Sempurna itu ? Jadi, Buddha menemukan bahwa hidup ini adalah penderitaan (ketidakpuasan). Penderitaan atau pengalaman ketidakpuasan itu disebabkan oleh nafsu keinginan (keserakahan). ketidaksukaan (kebencian), dan kebodohan (kegelapan, kurangnya kebijaksanaan). Ada keadaan damai di mana tidak ada penderitaan atau pengalaman ketidakpuasan, yaitu yang disebut Pencerahan atau Nirwana. Dengan pencerahan, manusia dapat bebas dari penderitaan atau perasaan ketidakpuasan. namun, penceraan itu dapat dicapai hanya dengan melakukan dan menghayati delapan jalan mulia (delapan kebenaran), yaitu : Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan benar, Perilaku Benar, Penghidupan Benar, Usaha Benar, dan Konsentrasi Benar.
Sepeninggal Siddharta Gautama yang lebih dikenal dengan Buddha, para penganutnya menyebarkan ajarannya sehingga lahirlah agama Buddha dengan kitab suci Tripirtaka. Agama ini berkembang sangat pesat di wilayah India di bawah pemerintaahan Raja Ashoka, yang semula beragama Hindu , dari Dinasti Maurya. Ia menyebarkan banyak pendeta Buddha ke seluruh wilayah kekuasaannya, bahkan sampai di luar wilayah kerajaan.
Pada tahun 78 M, terhadi perpecahan antara penganut Buddha. Perpecahan tersebut melahirkan dua aliran, yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Hinayana. Ajaran dalam Buddha Mahayana lebih kompleks karena banyak dipengaruhi oleh agam Hindu dan Taoisme sehingga mengenal dewa-dewi. Sedangkan Buddha Hinayana mendekati ajaran Buddha yang sesungguhnya. Di indonesia, termasuk juga Thailand, Kamboja, Vietnam, Myanmar, dan Laos, aliran Hinayanalah yang lebih berkembang. Sedangkan, aliran Mahayana lebih berkembang di Cina, Korea, Taiwan, dan Jepang.
Nah, itulah kilas informasi mengenai lahirnya agama Hindu dan Buddha. Dengan lahirnya kedua agam tersebut, terjadilah proses penyebaran agama, karena setiap penganut agama menginginkan agama yang dianutnya ikut dianut oleh orang lain. Para penganut agama tersebut tentu mengakui bahwa nilai-nilai kebenaran yang patut atau yang sebenarnya berlaku adalah nilai-nilai kebenaran yang ada pada agama mereka, sehingga mereka akan berusaha menyebarkan agama tersebut agar orang lain pun turut mengetahui sesuatu yang mereka anggap sebagai kebenaran tertinggi.
- Proses Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu dan Buddha di Inonesia
Indonesia, dengan bentuknya sebagai negara kepulauan dengan letak strategis karena terletak di jalur pelayaran yang menghubungkan negara-negara Barat dan Timur. Oleh karena itu, banyak kapal-kapal dagang yang berlabuh di Indonesia dan menjadikan masyarakat Indonesia tidak dapat menghindari pengaruh luar. Selain itu, alam di Indonesia juga menjadi faktor kedatangan orang-orang asing dari luar wilayah Indonesia. Pola anging musim yang beruabah setiap enam bulan sekali mememudahkan kapal-kapal dagang singgah di Indonesia dalam waktu yang cukup lama.
Ternyata, hubungan antara Indonesia dan India telah bermula sejak tahun 1 M. Hubungan ini berawal pada hubungan dagang, yang kemudian diikuti dengan kebudayaan seperti agama, sistem pemerintahan, sosial dan budaya sehingga terjadi pencampuran kebudayaan di antara dua bangsa tersebut. Hubungan ini membuat bangsa Indonesia mengenal agama Hindu dan Buddha.
Mengenai proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha ke Indonesia, terdapat beberapa teori (hipotesis) yang dibuat oleh para ahli.
1. Teori Waisya
pedagang India berlayar menuju Indonesia |
Letak yang demikian menempatkan Indonesia pada jalur lalu lintas perdagangan dan pelayaran antar bangsa yang sangat strategis. Sejak awal tahun Masehi, Indonesia menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dagang dari India menuju ke Cina, begitu pula sebaliknya. Dalam perkembangannya, jalur laut menjadi makin ramai karena jalur darat makin banyak gangguan. Dengan demikian, perkembangan jalur perdagangan laut meningkatkan peran Indonesia sebagai penghubung jalur perdagangan dunia. Banyak kapal dagang dari India dan Cina, bahkan juga pedagang-pedagang dari kawasan lain melakukan bongkar muat barang dan mengadakan perdagangan dengan para pedagang indonesia. Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina makin bertambah ramai. Banyak para pedagang India dan Cina berkunjung ke Indonesia karena memiliki banyak barang dagangan yang sangat berharga. Hubungan dagang dengan India makin meluas terutama setelah mereka mengambil jalan pintas. Mereka menyusuri pantai timur Sumatera, terus ke Selat Malaka berbelok menyusuri pantai utara Jawa, Bali, pantai timur Kalimantan (Muara Kaman) terus ke Cina. Ternyata jalur ini lebih tenang dan aman dibanding melalui Laut Cina Selatan. Selain itu, pulau-pulau yang dilalui banyak menghasilkan barang dagangan, seperti emas, perak, gading, beras, rempah-rempah, dan kayu cendana.
Namun, teori ini diragukan kebenarannya, kerena, jika yang menyebarkan agama dan kebudayaan adalah para pedagang, maka wilayah yang mendapatkan pengaruh tersebut yang kemudian menjadi pusat-pusat perkembangan kebudayaan dan agama Hindu dan Buddha mestinya merupakan wilayah perdagangan, seperti pelabuhan, atau pusat kota yang berada di dekatnya. Sedangkan pada kenyataan, pengaruh Hindu Buddha banyak ditemukan di wilayah pedalaman, dibuktikan dengan adanya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu di pedalaman Pulau Jawa. Namun, hal ini juga bisa saja disebabkan oleh perpindahan wilayah kekuasaan daerah tersebut karena mencari lingkungan yang lebih cocok. sehingga akhirnya mereka memilih suatu wilayah di pedalaman yang kemudian mereka jadikan sebagai tempat untuk melanjutkan pemerintahan yang pada awalnya mereka bangun di wilayah yang dekat pelabuhan atau pusat kota. Selain itu, para ahli juga menentang teori ini karena tidak setiap orang boleh menyentuh kitab Weda dikarenakan ajaran Hindu adalah milik kaum brahmana dan hanya merekalah yang memahami kitab brahmana.
2. Teori Ksatria
Teori ini disebut juga dengan teori prajurit atau kolonisasi yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch dan CC. Berg. Menurut teori ini, peran utama masuknya budaya India ke Indonesia adalah ksatria. Jadi, di masa lampau, sering terjadi perang antargolongan di India, salah satunya adalah kekacauan politik dalam negeri berupa perang antara Brahmana dan Ksatria. Para ksatria yang kalah atau jenuh menghadapi perang lantas memilih untuk meninggalkan India. Ternyata, di antara mereka, ada yang sampai ke wilayah Nusantara. Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggal. Selain menetap, mereka juga menyebarkan agama dan budaya yang mereka anut, yaitu agama dan budaya Hindu.
Menurut teori yang dikemukakan J.C van Leur, para Brahmana datang dari India ke Indonesia atas undangan pemimpin suku dalam rangka mengesahkan kekuasaan mereka sehingga setaraf dengan raja-raja yang ada di India. Orang Indonesia atau kepala suku aktif mendatangkan brahmana untuk mengadakan upacara abhiseka secara Hindu, sehingga kepala suku menjadi maharaja. Dalam perkembangannya, para brahmana akhirnya menjadi purohito (penasehat raja). Teori ini tampaknya dianggap lebih mendekati kebenaran karena agama Hindu bersifat tertutup, dimana hanya diketahui kalangan brahmana.Teori ini didasarkan pada pengamatan sisa-sisa peninggalan kerajaan bercorak Hindu di Indonesia, terutama banyak ditemukannya prasasti-prasasti berbahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Prasasti yang ditemukan berbahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Candi yang ada di Indonesia banyak ditemukan arca Agastya. Di India, bahasa dan huruf tersebut hanya digunakan dalam kitab suci Weda dan upacara keagamaan, dan hanya golongan Brahmana yang mengerti dan menguasainya. Di samping itu, brahmana di Indonesia berkaitan dengan upacara Vratyastoma dan abhiseka. Namun, kelemahan dari teori ini, di India ada peraturan bahwa brahmana tidak boleh keluar dari negerinya. Jadi, tidak mungkin mereka dapat menyiarkan agama ke Indonesia.
4. Teori Arus Balik
Menurut teori yang dikemukakan oleh G.Coedes, berkembangnya pengaruh kebudayaan India dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia mempunyai kepentingan untuk datang dan berkunjung ke India. Dikarenakan hubungan dagang Indonesia dengan India yang meningkat diikuti brahmana untuk menyebarkan agama Hindu dan Budha, kemudian mereka mempelajari agama Hindu dan Buddha. Setelah cukup lama, mereka kembali ke Indonesia dan ikut menyebarkan pengetahuan mengenai agama Hindu- Budha dengan menggunakan bahasa sendiri di masyarakat Indonesia. Dengan demikian ajaran agama lebih cepat diterima bangsa Indonesia
Banyak orang yang menyetujui teori ini : bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang Indonesia, yang mempelajarinya ketika mereka sedang berada di India untuk berbagai keperluan. Namun, sampai saat ini teori arus balik masih memerlukan banyak bukti untuk memperkuat kebenarannya.
Sekitar abad ke-5 M, agama Buddha mulai dikenal di Indonesia. Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di wilayah yang sekarang dikenal dengan Jawa Tengah. pada akhir abad ke-7, I tsing, peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera, yang pada saat itu dikenal dengan Swarnabhumi, tepatnya di Kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima luas oleh rakyat, dengan Sriwijaya sebagai pusat penting pembelajaran Buddhisme.
Di Pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddha. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, seperti Candi Borobudur. Monumen ini selesai dibangun pada awal abad ke-9.
Menurut teori yang dikemukakan oleh G.Coedes, berkembangnya pengaruh kebudayaan India dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia mempunyai kepentingan untuk datang dan berkunjung ke India. Dikarenakan hubungan dagang Indonesia dengan India yang meningkat diikuti brahmana untuk menyebarkan agama Hindu dan Budha, kemudian mereka mempelajari agama Hindu dan Buddha. Setelah cukup lama, mereka kembali ke Indonesia dan ikut menyebarkan pengetahuan mengenai agama Hindu- Budha dengan menggunakan bahasa sendiri di masyarakat Indonesia. Dengan demikian ajaran agama lebih cepat diterima bangsa Indonesia
Banyak orang yang menyetujui teori ini : bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia karena dibawa oleh orang Indonesia, yang mempelajarinya ketika mereka sedang berada di India untuk berbagai keperluan. Namun, sampai saat ini teori arus balik masih memerlukan banyak bukti untuk memperkuat kebenarannya.
Sekitar abad ke-5 M, agama Buddha mulai dikenal di Indonesia. Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di wilayah yang sekarang dikenal dengan Jawa Tengah. pada akhir abad ke-7, I tsing, peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera, yang pada saat itu dikenal dengan Swarnabhumi, tepatnya di Kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima luas oleh rakyat, dengan Sriwijaya sebagai pusat penting pembelajaran Buddhisme.
Di Pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddha. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, seperti Candi Borobudur. Monumen ini selesai dibangun pada awal abad ke-9.
5. Teori Nasional
Teori ini dikemukakan oleh F.D.K. Bosch yang mengatakan bahwa dalam proses penyebaran agama Hindu, bangsa Indonesia berperan sangat aktif. Setelah dinobatkan sebagai seorang Hindu, mereka kemudian giat menyebarkan agama Hindu dan segala aktivitasnya. Pendapatnya ini didasarkan pada temuan adanya unsur-unsur budaya India dalam budaya Indonesia. Menurutnya, pada masa itu telah terbentuk golongan cendekiawan yang disebut “Clerk”. Proses akulturasi antara budaya Indonesia dan India disebutnya sebagai proses penyuburan.
Hal-hal yang dilakukan para brahmana di Indonesia dalam rangka penghinduan, antara lain,
- Abhiseka, yaitu upacara penobatan raja,
- Vratyastoma, yaitu upacara pencucian diri (pemberian kasta),
- Kulapanjika, yaitu memberikan silsilah raja, dan
- Castra, yaitu cara membuat mantra.
Berdasarkan beberapa teori tersebut, para ahli sejarah membuat dua bentuk kemungkinan tentang proses masuknya agama dan budaya Hindu Budha di Indonesia, yaitu :
- Bangsa Indonesia bersifat pasif. Hal ini memberikan pengertian bahwa masyarakat Indonesia hanya sekedar menerima budaya dari India. Dengan demikian akan menimbulkan kesan bila telah terjadi penjajahan / kolonisasi yang dilakukan bangsa India baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Bangsa Indonesia bersifat aktif. Hal ini memberikan pengertian bahwa masyarakat Indonesia sendiri ikut aktif dalam membawa dan menyebarkan agama dan budaya Hindu Budha di nusantara. Salah satu cara yaitu mengundang para brahmana dari India untuk memperkenalkan agama dan budayanya di Indonesia.
Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Hindu, masuk dan berkembang pula agama Budha di Indonesia. Dalam penyebaran agama Budha, dikenal misi penyiaran agama yang disebut Dharmadhuta. Masuknya agama Budha diperkirakan pada abad 2 Masehi. Hal ini didukung adanya bukti penemuan arca Budha dari perunggu di daerah Sempaga (Sulsel) yang menggunakan langgam seni arca Amarawati (India selatan). Patung sejenis juga ditemukan di daerah Bukit Siguntang (Sumsel) yang memperlihatkan langgam seni arca Gandhara (India utara). Agama Budha yang berkembang di Indonesia sebagian besar beraliran Budha Mahayana. Perkembangan agama Budha mencapai masa puncak jaman kerajaan Sriwijaya.
Sumber :